
Reparasi Sempak dan Profesionalisme
Aku terpesona dengan kepercayaan diri bapak-bapak yang datang ke pasar untuk reparasi… sempak.
Iya, sempak. Bukan jaket kulit, bukan tas kulit impor, bukan juga celana bahan mahal. Tapi sempak. Sempat aku kira beliau cuma lewat. Tapi tidak. Ia berdiri mantap di depan lapak kecil tukang jahit yang terletak di pojok pasar, diapit oleh penjual bumbu giling dan tukang sol sepatu.
Dengan penuh keyakinan, bapak itu mengeluarkan sempak dari kantong kresek lusuh. Ditariknya lebar-lebar seperti memamerkan trofi, lalu dijembreng di atas meja jahit kecil itu.
“Ini, Mas,” katanya, sambil menunjuk bagian pinggang yang karetnya sudah mbludus. “Kolornya minta diganti. Kalo bisa yang lebih kenceng dikit, tapi jangan yang nyekek. Yang nyaman buat gerak tapi gak gampang ngeloyor.”
Aku, yang awalnya cuma mampir beli pisang goreng, mendadak berhenti mengunyah. Antara kagum dan bingung. Kagum pada kejujurannya, bingung harus pasang ekspresi seperti apa. Tapi yang lebih bikin takjub: tukang jahitnya tenang saja. Tanpa senyum geli, tanpa anggukan berlebihan, apalagi lirikan heran. Seolah-olah menjahit sempak adalah urusan paling mulia sedunia.
“Ukuran kolor lama, atau mau saya ukur ulang?” tanya si tukang jahit, suaranya tenang seperti dokter spesialis.
“Yang lama aja, tapi jangan yang warna ijo lagi ya. Gampang pudar. Merah marun kalo ada,” jawab si bapak dengan mantap.
Percakapan berlanjut seperti sedang membahas proyek arsitektur. Detailnya luar biasa. Mulai dari kelonggaran jahitan, jenis karet yang tidak panas, sampai bagaimana posisi label merek jangan sampai mengganjal di punggung.
Aku mengangguk dalam hati. Ini bukan sekadar soal sempak. Ini tentang hakikat hidup: tahu apa yang kau mau, dan tidak malu untuk memperjuangkannya. Di dunia yang sering menuntut kita untuk tampil sempurna, ada bapak-bapak di pojok pasar yang dengan bangga memperbaiki sempak lamanya—bukan karena tak mampu beli baru, tapi karena masih layak, dan sayang.
Dan tukang jahitnya? Dia adalah simbol profesionalisme sejati. Tidak ada barang yang terlalu sepele untuk dikerjakan dengan serius. Bahkan sempak pun berhak dapat perhatian penuh.
Jangan Lupa Bagikan:
Baca Artikel Lainnya: