Aroma Jamur Membawaku ke Masa Itu

Aroma Jamur Membawaku ke Masa Itu

| MasIpinArifin

Kenangan entah terbuat dari apa, tiba-tiba datang menyeruak di balik kepala.

Siang itu panas menggigit. Selesai Jumatan, aku berjalan lesu dari masjid menuju rumah bapak. Di kepala cuma ada satu hal: segarnya es kopi.

“Assalamu’alaikum,” sapaku begitu masuk rumah.

“Waalaikumsalam,” jawab istri dan adikku hampir serempak.

“Mau minum kopi, Yah?” tanya istriku sambil mengibas-ngibaskan kerudungnya yang setengah basah oleh keringat.

“Es kopi. Seger!” kataku mantap.

“Sudah dipesan,” balasnya.

Biasanya aku minum kopi hitam panas. Tapi hari itu, entah kenapa, lidahku ingin yang dingin.

Sambil menunggu, aku main PES bersama Bilal.

“Ayo, lawan Ayah,” kataku pada Bilal.

Di sela permainan, kudengar sayup-sayup obrolan mereka. Istri, adik, dan anak perempuanku, Kiya, hendak ke sawah mencari jamur.

“Mau ikut nggak, Yah?” tanya istriku dari ruang depan.

“Nggak, panas banget. Lagian baru mau ngopi,” jawabku sambil terus menatap layar.

Tapi setelah kopi datang, aku meminumnya. Emang seger. Tapi koq gini, perutku agak kurang beres, apa karena kopi, ya?

Aku lanjut main PES sampai waktu Ashar.

Setelah Ashar, rumah mendadak sepi. Bilal masih bermain PES dengan Athan. Aku celingukan. Ternyata mereka benar-benar ke sawah.

Aku sempat ragu, tapi kaki ini seperti punya kemauan sendiri. Seolah ada suara kecil yang memanggil. Aku pun menyusul mereka.

Rumput sawah menyentuh kakiku. Hangat dan gatal sedikit. Tapi rasa itu… sangat akrab. Anak kecil dalam diriku tiba-tiba riang dan tersenyum.

Kulihat tumpukan jerami di kejauhan. Bukan ke arah mereka, aku malah ke arah lain — ke arah yang terasa seperti masa lalu.

Satu tumpukan, kosong. Dua, tiga… dan akhirnya kutemukan jamur kecil, bulat dan belum mekar. Aku tersenyum sendiri.

“Ah, dulu juga begini,” bisikku. “Jamur pertama selalu paling bikin deg-degan.”

Tak akan dapat jamur jika tidak ada jamur pertama.

Kuambil jamur-jamur itu, kucium aromanya. Aroma itu masih sama dengan jamur 20 tahunan yang lalu.

Tiba-tiba perutku makin mules, tapi rasa ingin mengulang kenangan itu lebih kuat.

Aku teruskan. Berkali-kali menahan, demi membawa pulang lebih banyak jamur.

“Huhu, Alhamdulillah, ada jamur lumayan, belum terlalu mekar, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, banyak juga,” aku girang bukan kepalang, tapi perutku makin menjadi.

Aku berjalan lagi, dan perutku makin tak bisa diajak kompromi.

Sampai akhirnya… ya, aku menyerah. Aku pulang cepat-cepat demi urusan yang tak bisa ditunda.

Pret… Pret… Pret… Aku terkentut kentut saat berjalan. Kutahan sebisaku.

Aku setengah berlari, tapi lumpur membuatku harus berhati-hati.

Pret… Pret… Pret…


Petangnya, kami duduk di depan rumah. Aku, Bilal, dan Kiya membersihkan jamur.

“Ini baunya aneh, Yah,” kata Kiya sambil mencubit hidung dan agak mundur menjauh sambil meletakan jamur yang dipegangnya.

“Ini bisa dimakan?” tanya Bilal, curiga.

“Dulu, Ayah malah suka banget. Almarhumah Mbah Uti yang masak. Kadang dioseng, kadang dipepes. Kadang ada tetangga yang mau beli juga.”

Mereka saling pandang. “Yang bener?”

Aku mengangguk, tersenyum samar.

“Waktu kecil, nyari jamur itu bikin senang banget. Kalau nemu banyak, rasanya kayak nemu harta karun.”

“Ayah, nyari sendiri atau sama teman-teman?” tanya Bilal.

“Seringnya sama teman-teman, tapi nanti di sawah pasti berpencar, biar bisa dapat jamur banyak,” jawabku.

“Kamu yang masak ya, Sayang! Aku mau mandi,” kataku pada istriku yang baru selesai mandi.

Istriku memasaknya. Oseng jamur sederhana. Hanya pakai bawang merah, bawang putih, cabai, dan garam.

Dan ternyata… mereka suka.

“Enak juga, Yah,” ujar Bilal.

Aku diam sebentar.

“Almarhumah Mbah Uti yang mengajari Ayah dulu cari jamur ini. Jadi kangen Mbah Uti, ya?”

Malam itu, di ruang tengah terasa hangat oleh aroma jamur, tawa kecil, dan kenangan yang kembali hidup—bukan hanya di kepala, tapi juga di rasa.


💡 Rekomendasi: Ingin masakan makin gurih dan sehat? Coba Kaldu Alami Jamur Merang — kaldu praktis dari jamur asli, tanpa MSG!

Jangan Lupa Bagikan:

Baca Artikel Lainnya:
MasIpinArifin
MasIpinArifin
Penikmat Kopi Saset dan Mi Ayam.

Komentar